Kamis, 30 April 2015

Pura Tirta Sudamala: Melukat sambil Berwisata


Ditulis oleh: Ni Made Yuniari

Pura Tirtha Sudamala merupakan tempat persembahyangan sekaligus tempat wisata yang cocok bagi keluarga. Selain dapat membersihkan diri dari segala kotoran baik itu secara jasmani dan rohani namun juga dapat digunakan sebagai tempat menghabiskan waktu berlibur bersama keluarga terdekat.

Bali terkenal dengan banyaknya tempat wisata yang unik dan menarik. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk datang menghabiskan waktu berliburnya di Bali bersama keluarga. Bali yang sebagian besar dihuni oleh umat Hindu ini juga banyak memiliki tempat-tempat yang berbau keagamaan namun belakangan ini dimanfaatkan pula untuk tujuan wisata.

Salah satu tempat keagamaan umat Hindu yang juga merupakan tujuan wisata yaitu Pura Tirtha Sudamala. Pura Tirtha Sudamala yang terletak di Desa Bebalang Bangli ini memang belum banyak diketahui oleh para wisatawan baik wisatawan lokal maupun asing. Namun belakangan ini semakin banyak masyarakat dari daerah dekat sana seperti Gianyar, Klungkung dan daerah lainnya yang datang ke Pura Tirtha Sudamala.

Pura Tirtha Sudamala yang menjadi tempat wisata baru bagi masyarakat ini memang menarik karena memiliki banyak keunikan di dalamnya. Salah satunya yaitu pancuran di bawah areal Pura ini yang kurang lebih berjumlah sekitar 11 pancuran dan memiliki ukuran dan ketinggian berbeda. Air pancuran tersebut berasal dari mata air di sekitar pohon Bunut tua besar yang telah berusia ratusan tahun. Uniknya, mata air dari pancuran ini tidak pernah kering walau pada musim kemarau sekalipun.

Tirtha Sudamala dari pancuran tersebut dipercaya oleh masyarakat dapat menghilangkan penyakit yang berasal dari ilmu hitam dan sejenisnya. Caranya yaitu menghaturkan sesajen untuk meminta ijin terlebih dahulu atau biasa disebut “Matur Piuning” di Pura sebelah bawah pohon Bunut tersebut. Biasanya pada hari baik atau Rerahinan Purnama maupun Tilem akan ada Jero Mangku di samping Pelinggih di bawah Pohon Bunut besar dekat pancuran yang memimpin ritual tersebut. Setelah itu, baru kemudian melukat (membersihkan diri) secara bergantian pada semua pancuran yang ada.

Setelah melakukan penglukatan dan persembahyangan di bawah, kemudian dapat dilanjutkan dengan sembahyang di Pura Tirtha Sudamala yang terletak tepat di atas Pancuran Tirtha Sudamala tersebut. Dengan berganti memakai pakaian adat terlebih dahulu, sembahyang dapat dilakukan untuk memohon pembersihan diri dari segala kotoran seperti penyakit guna-guna tadi.

Walaupun bukan pada hari baik maupun hari Raya, aktivitas di pancuran Tirtha Sudamala ini tidak pernah sepi. Masyarakat setempat biasa datang untuk menampung dan menggunakan air pancuran tersebut sebagai air minum karena airnya yang jernih dan menyegarkan. Selain itu masyarakat juga sering mandi di sungai yang mengalir di sekitar pancuran tersebut.

Daya tarik masyarakat dari luar daerah akan Pura Tirtha Sudamala ini lebih cenderung ke arah pembersihan fisik dan rohani melalui penglukatan pada air pancuran yang ada di sana. Bila hari Raya datang, maka tidak terelakkan lagi kalau tempat ini akan dipenuhi oleh para umat Hindu khususnya yang ingin melakukan penglukatan. Selain itu, air yang mengalir deras dari pancuran tersebut juga dimanfaatkan oleh pengunjung sebagai pemijatan secara alami. Salah satu pancuran juga ada yang mengeluarkan air hangat sehingga sangat nyaman berendam di bawah pancuran tersebut.

Meningkatnya pengunjung di Pura Tirtha Sudamala ini akhirnya dimanfaatkan oleh warga setempat untuk memungut bayaran masuk sebesar Rp 2.000,00 per orang. Uang yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk keperluan desa maupun perbaikan Pura Tirtha Sudamala serta menambah fasilitas bagi para pengunjung seperti perbaikan tempat berganti pakaian dan lain-lainnya. 

Pura Tirtha Sudamala merupakan tempat persembahyangan sekaligus tempat wisata yang cocok bagi keluarga. Selain dapat membersihkan diri dari segala kotoran baik itu secara jasmani dan rohani namun juga dapat digunakan sebagai tempat menghabiskan waktu berlibur bersama keluarga terdekat.

Tugas Kuliah sebagai Pemersatu Kami

Dari kiri: Sita, Rina, Dayu Gayatri, Dewik, Aku, Yoga, dan Palguna. (Photo by: Melia)
Banyak yang bilang kalau kuliah itu gak segampang dan seasyik kelihatannya. Sejujurnya, aku sering merasakan hal itu. Namun akhir-akhir ini aku mulai mengubah cara berfikirku. Sebenarnya kuliah itu asyik kok kalau dijalani dengan hati dan pikiran yang positif.

Sepanjang aku menjadi mahasiswa selama ini (ketika menulis artikel ini, aku masih semester 4), aku merasakan bahwa keluh kesah dari kebanyakan mahasiswa adalah tugas yang tiada habisnya. Coba kita renungkan lagi, tugas diberikan oleh dosen agar kita belajar atau setidaknya berusaha untuk memahami mata kuliah yang diberikan oleh dosen. Tidak ada yang mudah dalam kehidupan ini. Segala hal selalu ada ujiannya. Itu adalah cara Tuhan mengukur kesabaran kita sebagai umat manusia yang memiliki akal dan budi.

Sebenarnya tidak semua tugas yang dapat dikategorikan ke dalam tugas yang menyusahkan dan menyebalkan. Kali ini aku akan membahas mengenai pengalamanku yang menyenangkan dalam membuat tugas. Check it out ;)

Salah satu mata kuliah pada jurusan akuntansi yang kujalani di semester 4 ini yaitu Ekonomi Pariwisata. Dari namanya saja aku sudah tertarik karena mempelajari tentang pariwisata. Aku yang tinggal di Pulau Bali yang identik dengan beraneka macam jenis pariwisatanya ini menganggap mata kuliah ini cukup penting untuk kupelajari. Nah, dosen pengampu mata kuliahku yaitu Bu Herny Susanti dengan baiknya memberikan tugas yang cukup menyenangkan pada kelasku. Beliau membagi kami menjadi beberapa kelompok dan menugaskan kami untuk mengunjungi tempat wisata dan meneliti pengaruh yang ditimbulkan sektor pariwisata terhadap perekonomian masyarakat sekitarnya.

Kelompokku akhirnya memilih meneliti Ekowisata Kampoeng Kepiting yang berada di Tuban, Kabupaten Badung, Bali. Kami memilih tempat ini karena tempat wisata ini didirikan dan dikelola sendiri oleh masyarakat di sana yang menamakan diri mereka sebagai Kelompok Kampoeng Nelayan. Otomatis dengan adanya Ekowisata Kampoeng Kepiting ini akan memperbaiki kehidupan perekonomian masyarakat di sana sehingga cocok dengan tema yang diberikan oleh dosen kami.

Pertama kali kami mengunjungi tempat ini, kesan pertama yang terlintas dalam benakku adalah tempatnya lumayan jauh dan perjalanan kesana cukup melelahkan. Walaupun banyak menghabiskan waktu untuk berdebat sebelum berangkat dan perjalanan yang jauh, akhirnya kami sampai di Kampoeng Kepiting. Panas. Keringat dingin bercucuran karena kami pergi kesana menggunakan kendaraan roda dua dan di saat matahari bersinar begitu terik.

Lelah tersebut terbayar akan sambutan hangat dari warga Kampoeng Kepiting terutama Ketua Kelompok Nelayan Wanasari yang kebetulan berada di sana pada hari itu. Beliau berkata bahwa kami beruntung dapat bertemu dengan beliau pada hari itu karena beliau tidak sering berada di Kampoeng Kepiting disebabkan oleh tugas luar yang banyak menanti. Saat itulah kami lega. Rasanya tidak sia-sia pergi kesana waktu itu.

Kami disuguhkan minuman khas Kampoeng Kepiting yaitu Jus Mangrove selama wawancara yang kami lakukan kurang lebih 1 setengah jam lamanya. Setelah itu kami dipersilahkan untuk berkeliling tempat tersebut. Tempatnya indah dan asri. Setelah lelah berkeliling di jalur tracking, kami pun beristirahat di sebuah gazebo kosong yang ada di sana. Di sana kami iseng menemukan keasyikan sendiri yaitu menghitung pesawat terbang yang take off dari Bandara Ngurah Rai. Yap.. Kampoeng Kepiting memang berdekatan dengan Bandara dan berada di ujung jalan Tol Bali Mandara.

Kami tertawa lepas dan saling bercanda di sebuah gazebo di sana. Kejadian seperti ini sangat jarang bisa kami lakukan di tengah banjirnya tugas kuliah. Serasa kami menjadi semakin dekat dibandingkan sebelumnya. Jujur, hari itu sungguh mahal, kawan. ;)

Kisah perjalanan kami tidak sampai di sana. Kami mengunjungi Kampoeng Kepiting untuk kedua kalinya. Hari itu kami fokus mendokumentasi tempat pembibitan kepiting dan mangrove. Lama-kelamaan kami pun lelah dan mulai merasa lapar. Akhirnya timbullah gagasan untuk mencoba menu masakan di Restoran Kampoeng Kepiting tersebut. Dengan polosnya kami mengambil tempat di salah satu pojokan Restoran. Dengan wajah yang sumringah kami pun membuka menu makanan yang sudah disediakan di sana. Namun wajah sumringah itu berubah menjadi muka masam ketika kami menyadari bahwa makanan di sana MAHAL!!! Kami berdelapan saling pandang seakan memikirkan hal yang sama.

Pelayan Restoran sudah mulai menangkap gelagat kami yang aneh. Seorang pelayan datang 2 kali dan menanyakan pesanan kami. Kami dengan muka pucat berkata bahwa kami belum memutuskan akan memesan apa. Dengan jiwa anak ekonomi yang melekat pada diri kami (nada dramatis), maka kami pun mulai menghitung budget dompet kami dengan harga makanan di sana. Akhirnya, dengan perhitungan yang matang dan keringat yang mulai bercucuran, kami pun memesan satu porsi sea food lengkap dengan sayur dan sebakul nasi. Sungguh memalukan, kami mulai terdiam dan tak berani berbicara kembali. Bagaimana tidak, makanan yang seharusnya untuk satu orang pun kami bagi berdelapan. Hahaha

Kami pun bertambah malu ketika pelayan menyajikan segelas kecil jus mangrove pada kami walaupun kami tidak memesannya. Kami mulai mengutarakan isi pikiran kami dalam multichat BBM (Blackberry Message). Kami mulai mengatakan betapa malunya kami sampai ada yang berkata bahwa ia rela tidak ikut memakan makanan yang sudah dipesan agar teman lainnya kebagian. Namun, tentu saja kami tidak setuju karena kebersamaan adalah hal yang kami utamakan dalam kelompok kami. Satu tidak makan maka yang lain juga tidak.

Kalau dipikir-pikir sekarang, kejadian itu lucu juga. Hal itu sangat berkesan karena kami menikmati setiap detik kebersamaan kami. Walaupun satu porsi makanan dibagi berdelapan, namun jujur aku tetap merasa kenyang dan rasa masakannya lebih enak. Benar kata pepatah bahwa berbagi itu indah. #dalam hal ini pepatah itu menjadi "Berbagi itu mengenyangkan dan enak".. wkwkwk

Sungguh kawan, tak ada rasa penyesalan sama sekali dalam diriku. Pengalaman waktu itu tidak akan pernah kulupakan. Akan kuingat betapa bahagianya aku tertawa lepas bersama kalian. Akan kuingat setiap tetes keringat yang kita keluarkan demi pengerjaan tugas ini. Tentu saja aku tidak akan pernah melupakan bahwa sesulit apapun keadaannya, sememalukan apapun keadaannya, dan selelah apapun kita, namun selama aku bersama kalian maka tidak akan ada tempat yang lebih baik untuk kutuju lagi. 

Minggu, 26 April 2015

DUTA GENRE 2015: HEBAT DENGAN CARA KALIAN SENDIRI

Finalis duta genre 2015 dari UNHI Denpasar

SALAM GENRE!
Hari ini dua orang teman baikku mengikuti lomba Duta BKKBN di Poltekkes Denpasar. Kawan, aku tau kalian gugup tadi. Aku tau kalian lelah menunggu. Dan aku cukup tau kalau kalian sudah melakukan yang terbaik yang kalian bisa. Sungguh, menurutku kalian berdua hebat hari ini. Terlepas dari hasil lomba, kalian berdua juara di mataku. Bahkan mungkin juara juga di mata Dayu Gayatri dan juga kedua pembina kita. Jangan berkecil hati teman. Kegagalan hari ini adalah cambuk untuk berhasil tahun depan. Jangan menyerah. Cobalah lagi tahun depan, oke?! 😉

Ps: Sejujurnya walaupun hari ini dirusak oleh cuaca mendung, kurasa tidak terlalu buruk karena "matahari" bersinar hangat di dalam ruangan. Hahaha jadi bukan sepenuhnya hari yang buruk, kawan 😄😄😄 *abaikan